Breaking News

Senin, 05 Januari 2015

Asal Usul Mitoni atau Tingkeban

 


Ritual mitoni atau tingkeban ada sejak zaman kuno. Menurut narasumber dan kami lengkapi dari sumber internet, asal usulnya adalah sepasang suami istri, Ki Sedya dan Niken Satingkeb, pernah punya anak sembilan kali, tetapi semuanya tidak ada yang berumur panjang. Mereka telah meminta bantuan banyak kepada orang - orang pintar, dukun, tetapi masih belum berhasil. Karena tidak kuat dengan derita yang dialaminya, kedua pasangan suami istri itu memberanikan diri memohon pertolongan kepada Jayabaya, sang ratu yang terkenal sakti.
Raja jayabaya terkenal bijak dan sangat dekat dengan rakyatnya, dengan senang hati dia memberi bantuan kepada rakyatnya yang menderita. Kedua suami istri tersebut dinasihati dan supaya melakukan ritual, caranya :  sebagai syarat pokok, mereka harus rajin manembah kepada Gusti, selalu berbuat baik dan suka menolong dan welas asih kepada sesama. Berdoa dengan khusuk, memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka harus menyucikan diri, manembah kepada Gusti, Tuhan dan mandi suci dengan air yang berasal dari tujuh sumber mata air. Kemudian berpasrah diri lahir dan batin.
Sesudah memohon kepada Gusti apa yang menjadi kehendak mereka, terutama kesehatan dan kesejahteraan si bayi. Dalam ritual itu sebaiknya diadakan sesaji untuk penguat doa dan penolak bala, supaya mendapat berkah dari Gusti.
 Rupanya, tuhan memperkenankan permohonan mereka. Ki Sedya dan Niken Satingkeb mendapatkan momongan yang sehat dan berumur panjang. Untuk mengingat Niken Satingkeb, upacara mitoni juga disebut Tingkeban. Mitoni sendiri berasal dari kata pitu atau tujuh. Hal itu karena mitoni diadakan ketika usia kandungan masuk tujuh bulan. Ritual ini bertujuan agar calon bayi dan ibu selalu mendapatkan keselamatan. Ada beberapa rangkaian upacara yang dilakukan dalam mitoni, yaitu siraman sebagai simbol, memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain calon ibu oleh sang suami, ganti busana, memasukkan kelapa gading muda, memutus lilitan benang/janur, memecahkan periuk dan

gayung, minum jamu sorongan dan mencuri telur. Rangkaian upacara itu dipercaya sebagai prosesi pengusiran marabahaya dan petaka dari ibu dan calon bayinya. Ritual mitoni sarat dengan simbolisasi. Upacara siraman, misalnya adalah sebagai simbol pembersihan atas segala kejahatan dari bapak dan ibu calon si bayi. Sedangkan memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain calon ibu adalah perwujudan dari harapan agar bayi bisa dilahirkan tanpaadanya hambatan. Memasukkan kelapa gading muda ke dalam sarung dari perut atas calon ibu ke bawah adalah simbolisasi agar tidak ada aral melintang yang menghalangi kelahiran si bayi.
Setelah itu calon ibu akan berganti pakaian dengan kain 7 motif. Para tamu diminta untuk memilih kain yang paling cocok dengan calon ibu. Sedangkan pemutusan lilitan benang atau janur yang dilakukan setelah pergantian kain masih bermakna agar kelahiran berjalan dengan lancar dan lilitan itu harus dipotong oleh suami. Pemecahan gayung atau periuk mengandung makna agar nanti saat ibu mengandung lagi, diharapkan kehamilannya berjalan dengan lancar. Sedangkan upacara minum jamu sorongan (dorongan) berarti bayi bisa lahir dengan cepat dan lancar seperti disurung (didorong). Dan yang terakhir, mencuri telur merupakan perwujudan atas keinginan calon bapak agar proses kelahiran berjalan dengan cepat, secepat maling yang mencuri.
Untuk melakukan mitoni, harus dipilih hari bagus dan membawa berkah. Orang Jawa memiliki perhitungan khusus dalam menentukan hari baik dan hari yang dianggap kurang baik. Selain itu, biasanya mitoni digelar pada siang atau sore hari. Hari yang dianggap baik adalah Senin siang sampai malam serta Jumat siang sampai Jumat malam. Mitoni tidak bisa dilakukan pada sembarang tempat. Dulu mitoni biasa dilakukan di pasren atau tempat bagi para petani untuk memuja Dewi Sri, Dewi Kemakmuran bagi para petani. Namun mengingat dewasa ini sangat jarang ditemui pasren, maka mitoni dilakukan di ruang tengah atau ruang keluarga selama ruangan itu cukup besar untuk menampung banyak tamu. Anggota keluarga yang tertua dipercaya untuk memimpin pelaksanaan mitoni. Setelah melakukan serangkaian upacara, para tamu yang hadir diajak untuk memanjatkan doa bersama demi keselamatan ibu dan calon bayinya. Tidak lupa setelah itu mereka akan diberi berkat untuk dibawa pulang. Berkat itu biasanya berisi nasi lengkap beserta lauk pauknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By